15 Maret 2015

Soliloquies of Unrequited Love: Prolog

Ada satu kisah yang tidak kenal realita. Tidak tahu waktu, ataupun tempat. Tidak seharusnya tercipta di dunia. Tidak layak bahkan hanya untuk ada. Aku tak tahu kapan bermula, atau apakah ini memang pernah dimulai? Aku rasa tidak. Permulaan hanya alasan bagiku. Untuk menganggapnya seolah-olah nyata. Padahal ini adalah sesuatu yang maya. Fantasi liar yang tidak pantas. Khayalan yang tidak lagi waras.
Apa yang terjadi dalam kepalaku, itu sepenuhnya di dalam kuasaku. Nyata atau tidak, benar atau salah, waras atau sinting. Gelombang menyakitkan sekaligus gejolak nikmat karena merindukannya. Akulah yang tahu betul siksaan dalam jenis ini. Karena di sana, di satu bagian kepalaku yang agak gila tertanam satu kepercayaan yang tidak masuk akal bahwa aku dan dia memiliki sesuatu. Semacam entah apa yang tak ingin ku namai. Keyakinan tak berdasar yang bukannya semakin runtuh, tapi semakin kuat seiring waktu berjalan. Yang membuat kami terikat, aku dan dia. Ikatan yang aku tahu, hanya khayalanku saja, tak pernah benar-benar ada. Bodoh, konyol, dan delusional.
Seringkali, aku merenungkan betapa besar keinginanku memilikinya, jika saja dia belum terikat dengan wanita lain, jika saja aku belum terikat dengan pria lain. Pengharapanku atas keadaan yang berbeda. Hasrat murni yang mendamba keseluruhan esensi dirinya. Tumbuh seperti racun di dalam diriku. Dia hanya fantasi bagiku. Ilusi ini merajutkan harapan yang aku tahu salah arah. Sibuk menyuburkan benih mimpi dengan menabur berbagai alasan untuk membenarkan perasaan yang takkan pernah dibalas. Menyimpul kenangan yang sesungguhnya tak penting, untuk meyakinkan diri sendiri bahwa suatu saat penantian ini akan terbayar. Tanpa memahami penantian seperti apa yang sedang kulakukan saat ini. Apa gunanya menunggu sesuatu yang takkan pernah datang? Tak ada untungnya, tak berfaedah. Tapi, aku tak lagi peduli. Tak lagi mau tahu.
Tiap detik aku menipu diri. Berharap yang terbaik agar semua ini akan memudar. Mencoba lakukan yang ku bisa untuk menghentikan kenangan tentangnya berpendar berbahaya di dalam kepalaku. Supaya aku tak lagi merasa gundah dan tak merasa begitu buruk dan bersalah, karena rindu tersia-sia yang tidak pada tempatnya. Ada sisi lain dari diriku yang mencemooh di sana. Seperti itu mungkin terjadi, saja… oloknya. Karena aku tahu betul satu dan lain hal tidak akan pernah benar-benar menghilang.
Apa lagi yang bisa kukatakan? Inilah curahan hatiku, percakapan galau di dalam diriku dengan tema kisah cinta menyedihkan yang terjadi dalam hidupku.
Sebuah solilokui.
Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh merupakan sesuatu yang konyol.

#1 Next Thing Matters To Me: Writing

I got a confession to make. I am obsessed with writing. 




Menulis itu kerennya absolut. Ada alasan kenapa bahasa diciptakan. Setiap kata itu ada supaya kita bisa sampaikan isi pikiran, ide, perasaan, dan semua yang ada di otak kita. Dan pencapaian bahasa yang paling puncak dari semuanya, menurut aku ya nulis. Kenapa nulis? Karena dari tiga yang laen, (dengar, bicara, dan baca), yang paling sulit bagiku itu tulis menulis. 

So complex, so sophisticated. Seseorang nggak bisa 'nulis' sembarang kata atau kalimat, lalu menyebutnya menulis. Ada banyak hal yang terjadi di otak waktu kita nulis, sebuah proses kreatif yang utuh, yang pasti melibatkan imajinasi manusia sekaligus keilmiahan bahasa dan kata-kata. One does not simply 'write' some words or sentence, and then call it writing. There's a lot things happens in our brain when we write, a whole creative process, involving both imagination and the science of language and words.

Karena kekuatan pikiran yang tersalur pada sebuah pena sanggup melakukan hal-hal luar biasa. Menggerakkan massa, mengubah sejarah, atau bahkan membangun peradaban.

So yeah, to be able to write is kind of a big deal for me. Bisa menulis itu hal yang penting buatku, bisa berkarya lewat tulisan itu salah satu obsesi yang kusimpan dari dulu. Mungkin tulisanku belum bisa melakukan hal besar atau luar biasa seperti yang kusebutkan. But, i feel proud of myself when i create this blog. Salah satu alasan kenapa aku bikin ini blog ya supaya lebih terdorong nulis.

Selama ini, semua tulisanku disimpan buat sendiri. Alasan klise, aku memang nggak pernah berpikir aku bisa menulis dengan baik. Dan untuk beberapa alasan, waktu aku baca ulang beberapa yang kubuat, tulisanku memang bisa dikonfirmasi sebagai tulisan amatir, bahkan lebih payah mungkin. But i realize, every professional starts by being an amateur first. What makes them get better and better is their refusal to quit learning. Fakta itu, dan juga dukungan dari lingkungan sekitar, menguatkan aku untuk melakukan sesuatu yang benar-benar aku suka: nulis.

I look forward to get myself fully spirited to write and write even more. All this, is my beginning to find back what really matters. To appreciate the life and bless that has given to me. Next post, i'll give you one of my very own personal stories. They will be written in Bahasa Indonesia, and i also have different parts of them, with one theme of' story. I did have a silly promise to myself, that if i ever want to let people read any of my writings one day, this would be my first published story. Hope you enjoy it, as much as i do when i write it... =)

08 Maret 2015

First Post


I was in the middle of confusion when i finally decide to make a blog.

Why the confusion? Simple, i just have no idea what to do, what to think, and what to say.
When you started to feel yourself slowly disappearing, you'll see that you'll stop caring about everything.

Nothing really matters.

Not a good thing. Definitely. So, i try to make myself busy. By making a blog.

So, this is it. My very first post. They say first things are specials. First love, first kiss, first birthday. Honestly, i don't know how to make it special, or interesting so i'll just report what i do and what i think at this moment. Maybe, no one will ever read this. But i won't lie, people who starts to open themselves in public want to be noticed. So do i. I don't expect people to care, but we can always hope, can't we?

Today's Sunday, March 8th 2015. 12:47 pm.

Sitting in a corner of a public Internet Cafe, with my besties.
With a glass of cheap cappuchino, and slow internet access (I am not complaining, i'm just reporting the facts.)

In my table, my ladies busied themselves with their gadget, Dian, she is puzzled with her earphone, which apparently plugged into the microphone plug. There's no sound coming out, when she watched an anime, and it's pretty hilarious watching her confused with the earphone. I can't really tell what Pia and Leti did with their gadgets. They sit there silently, like stones. Typing things, blank expressions, eyes down on the screen.

There's a guy sitting right beside our table. Looking so seriously, but probably, he was just playing Clash of Clans. Another guy seems to watch youtube, and two tables behind us, there are people who noisily discuss something. Can't catch what they talk about. Not that it's really my business to know their conversation. I don't converse very much myself, and that costs me most of the awkward moments in my life,

It feels sort of weird, writing things like this. Observing people around me, making comments, and speculating things about it. I'm not a psychoanalysis expert or something, but i really have a thing for it. I hate when i just realized that sometimes things weren't just the way i see them. I judge people so oftenly, but the same conclusion always come in the end: who am i to judge? i got no right to tell them the rightness/wrongness of their actions. This thought turns off my caring nerves, and maybe that's why they told me i am some sort of autistic, and antisocial, so full of my own universe and abandoning the real happenings around me.

That's not true, though. I'm pretty sure i'm not autistic or antisocial. They don't even understand what is autistic, or antisocial means (neither do I, anyway). But, then again, crazy people don't know they are crazy, right?

So back to the point, reading back my random talk in this post, i am seriously thinking about whether i am crazy or not. And i'm running out of ideas and thoughts to comment, soooo i guess this is a wrap. I'll write again later, soon.